Avikom Review: Oppenheimer (2023), Biopik Penemu Bom Atom dengan Adegan Ledakan Tanpa CGI

“American Prometheus” adalah julukan J. Robert Oppenheimer yang diambil dari judul buku karya Bird dan Sherwin. Prometheus dikenal sebagai dewa api dalam mitologi Yunani. Dia mencuri api dari Olympus untuk diberikan kepada manusia. Zeus mengetahuinya sehingga Prometheus pun mendapat hukuman yang abadi, dirantai ke sebuah batu di Kaukasia.

Oppenheimer (2023) dimulai dengan cerita mitologi Yunani tersebut. Film ini menggabungkan unsur ilmu pengetahuan, sejarah, dan politik. Dalam karya terbarunya ini, Nolan tetap mempertahankan ciri khasnya, menggunakan alur maju-mundur yang cukup kompleks. Nolan juga menggunakan dua gaya visual berbeda, yakni hitam-putih dan berwarna, untuk menampilkan dua perspektif yang berbeda. Hal itu memberikan pengalaman unik bagi penonton yang sudah lama mengikuti film-film karyanya. Film berdurasi 180 menit ini berhasil membuat saya sebagai penontonnya terdiam dan memikirkan rasa bersalah yang dialami Oppenheimer setelah menciptakan bom atom pertama.

Hoyte van Hoytema sebagai sinematografer berhasil menampilkan gambar-gambar yang epik dan terkesan luas seperti film Hoyte sebelumnya, Interstellar (2014). Kita sebagai penonton dapat ikut merasakan apa yang Oppenheimer rasakan. Direkam menggunakan format IMAX 70mm, sebuah format film dengan resolusi dan ketajaman tertinggi pada saat ini, membuat atmosfer yang ada benar-benar menarik penonton untuk merasakan ledakan Trinity.

Ludwig Göransson kembali menemani Nolan setelah duetnya di film Tenet (2020). Musik Göransson yang didominasi oleh alat musik yang digesek membuat saya semakin masuk ke dalam atmosfer film. Sepanjang film, Göransson banyak menambahkan musik, kecuali pada saat uji coba bom Trinity. Di situlah, menurut saya Göransson mengambil keputusan yang tepat. Karena dari pengalaman saya menonton dua kali, semua orang akan terfokus pada keindahan adegan ledakan Trinity yang diciptakan tanpa bantuan CGI.

Oppenheimer merupakan film yang ditujukan kepada Amerika karena sejarahnya. Saya sebagai orang Indonesia, tentu harus mencari tahu seluk beluk mengenai sejarah penemuan bom atom pertama untuk dapat memahami ceritanya secara menyeluruh. Sejarah penemuan bom atom pertama, tentu merupakan sejarah yang kelam bagi yang merasakan dampak dari ledakan bom yang maha dahsyat itu. Tak heran, hingga artikel ini ditulis, film ini masih belum dikonfirmasi akan tayang di negeri sakura.

Saya menilai bahwa Oppenheimer menjadi salah satu film Nolan yang sangat saya nikmati dengan sinematografi yang epik dan alunan musik yang bisa membawa kita masuk ke dalam atmosfer film. Meskipun pada awalnya saya akui memang sedikit pusing dengan alur cerita yang maju-mundur dan dua perspektif yang berbeda. Namun, itu sudah biasa dalam film-film Nolan, dan justru hal itulah yang membuat saya rela menonton ulang sebanyak dua kali.

Artikel ini ditulis oleh Niksan Pratama, email: niksantama@gmail.com

AVIKOM FILM

AVIKOM FILM

Leave a Reply

Jl. Babarsari, Janti, Caturtunggal, Kec. Depok, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
089517891709

avikom.upnyk@gmail.com