Tinggal Meninggal: Komedi Gelap tentang Perhatian, Rasa Sepi, dan Absurditas dalam Hidup

Pernah nggak sih kepikiran, kalau kehilangan justru bikin kita lebih diperhatikan? Pertanyaan yang terdengar absurd itu menjadi titik berangkat film “Tinggal Meninggal”. Dengan pendekatan komedi gelap yang cerdas sekaligus getir, film “Debutan” karya Kristo Immanuel ini berhasil menghadirkan kisah yang ringan di permukaan, tapi menyimpan refleksi mendalam di balik setiap adegannya. Penonton akan tertawa, iya. Tapi setelah itu, ada jeda hening yang bikin kita mikir panjang.

Cerita bermula dari sebuah peristiwa sederhana: ayah Gema meninggal dunia. Kejadian itu membuka babak baru dalam hidupnya, bukan karena ia kehilangan sosok ayah, tapi karena setelah itu semua teman kantornya yang biasanya dingin dan cuek, tiba-tiba jadi perhatian. Dari ucapan belasungkawa, ajakan ngobrol, sampai pertanyaan kecil yang sebelumnya nyaris nggak pernah ia dapatkan.

Awalnya, Gema merasa hangat. Perhatian itu seolah mengisi ruang kosong dalam dirinya. Namun, lama-lama perhatian itu menguap. Orang-orang kembali tenggelam dalam rutinitasnya masing-masing, sementara Gema lagi-lagi sendirian. Dari sinilah muncul pertanyaan konyol tapi menggelitik di kepalanya: “Kalau kehilangan bikin diperhatiin, kira-kira siapa lagi ya yang harus meninggal?”.

Kristo Immanuel menyusun alur dengan sederhana tapi penuh nuansa. Tidak ada ledakan konflik yang besar atau twist berlapis, tapi justru di situlah kekuatannya. Film ini mengandalkan tempo yang tenang dan dialog yang terasa natural. Setiap humor muncul di waktu yang pas, setiap refleksi dimasukkan tanpa terasa menggurui. Penonton diajak untuk ikut masuk ke dalam kepala Gema, mengikuti logika nyeleneh sekaligus getir yang sering kali mirip dengan kegelisahan kita sendiri dalam mencari perhatian.

Omara Esteghlal yang berperan sebagai Gema tampil sangat menjiwai. Ia bukan hanya sekedar “memainkan” karakter, tapi benar-benar menjadi Gema. Kepolosan, kebingungan, sekaligus keganjilan Gema tersampaikan dengan jujur, membuat penonton mudah bersimpati. Di satu sisi kita tertawa melihat reaksinya yang konyol, tapi di sisi lain kita ikut merasakan getir yang ia sembunyikan. Karakter pendukung tampil secukupnya, tidak mengambil alih panggung, tapi memberi warna yang memperkuat perjalanan Gema.

Secara visual, film ini tidak berusaha tampil megah. Kamera bekerja sederhana, tapi cukup efektif. Ada beberapa framing yang dengan cerdas menekankan rasa keterasingan Gema, misalnya ketika ia terlihat kecil di tengah keramaian kantor, atau saat kamera sengaja menjaga jarak agar kita merasakan sunyinya. Editing juga terasa rapi, mampu menjembatani peralihan dari adegan komedi ke refleksi tanpa canggung.

Scoring menjadi salah satu elemen paling berkesan. Lagu “Ssst” dari SORE diputar di titik puncak, memberikan lapisan rasa yang lebih dalam. Musik ini bukan sekadar latar, tapi semacam suara batin yang mengikat kehilangan, kesepian, sekaligus absurditas Gema. Setelah film selesai pun, melodi itu masih terngiang di kepala.

Salah satu ciri khas yang membuat “Tinggal Meninggal” unik adalah teknik breaking the fourth wall. Gema sering menatap kamera, seakan-akan ngobrol langsung dengan kita. Hasilnya, penonton tidak hanya jadi pengamat, tapi seperti teman ngobrol yang ikut mendengarkan curhatannya yang campur aduk, terkadang lucu, kadang getir, kadang bikin kita mikir karena khawatir dengan pilihan yang dibuat Gema. Tapi karena treatment seperti ini yang membuat film terasa personal, dekat, dan segar dibanding kebanyakan film drama-komedi lokal.

Pada akhirnya, “Tinggal Meninggal” bukan sekadar komedi gelap yang bikin ketawa. Film ini mengangkat keresahan universal tentang kebutuhan manusia akan perhatian, pengakuan, dan rasa berarti. Ia mengingatkan kita bahwa seringkali perhatian baru muncul ketika sudah ada kehilangan. Dan pertanyaan satir yang ditinggalkan adalah: apakah memang harus ada yang pergi dulu baru kita peduli?

Artikel ini ditulis oleh Amira Razkia, email: meerastudy0@gmail.com

AVIKOM FILM

AVIKOM FILM

Leave a Reply

Jl. Babarsari, Janti, Caturtunggal, Kec. Depok, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
08895726644

avikom.upnyk@gmail.com