Sinematografi Dari Seluloid ke Digital!

Sinematografi, atau cara film dibuat dan divisualisasikan, telah berkembang pesat dari masa ke masa. Kalau dulu orang hanya bisa melihat gambar bergerak hitam-putih dengan kualitas seadanya, sekarang kita bisa menikmati film dengan visual tajam dan penuh warna di layar lebar. Peralihan dari film seluloid klasik ke teknologi digital bukan hanya soal perubahan alat, tapi juga membawa cara baru dalam bercerita dan menghasilkan karya.  

Dulu, sekitar akhir 1800-an hingga 1900-an, film dibuat menggunakan seluloid bahan mirip plastik transparan yang bisa merekam gambar. Seluloid jadi pilihan karena memungkinkan pembuatan film panjang dan menyimpan gambar dengan kualitas baik. Namun, bekerja dengan film jenis ini cukup rumit. Setiap adegan harus diambil dengan hati-hati karena tidak ada “ulang” seperti di kamera digital. Selain itu, setelah syuting, film harus melalui proses pengembangan di laboratorium yang melibatkan banyak bahan kimia. Meski prosesnya ribet, hasil visual seluloid punya ciri khas, yaitu gambarnya terasa hangat dan agak berbutir halus, yang sekarang justru dianggap nostalgik dan penuh karakter.  

Saat memasuki era 1990-an, teknologi digital mulai meramaikan dunia film. Kamera digital menawarkan banyak kemudahan, seperti hasil gambar yang bisa langsung dilihat di tempat syuting. Selain itu, biaya produksi juga jadi lebih murah karena tak perlu membeli film roll dan mengembangkan di laboratorium. Inilah yang membuat banyak sineas, terutama yang bekerja secara independen, bisa membuat film tanpa harus punya dana besar. Editing film pun jadi lebih mudah dan cepat kalau ada yang kurang pas, tinggal diperbaiki di komputer.

Meski begitu, tidak semua orang langsung suka dengan teknologi digital. Beberapa sineas dan penonton merasa visual digital terlalu “bersih” dan kehilangan sentuhan emosional seperti film seluloid yang lebih hangat dan alami. Namun, seiring waktu, teknologi digital terus berkembang. Sekarang, bahkan film digital bisa dibuat sedemikian rupa hingga meniru tampilan seluloid, sehingga perbedaan antara keduanya semakin tipis. Banyak film modern malah menggabungkan keduanya untuk mendapatkan kesan yang unik.  

Perkembangan sinematografi dari seluloid ke digital membuktikan bahwa dunia film selalu siap beradaptasi dengan perubahan zaman. Walaupun film seluloid masih punya tempat spesial di hati banyak orang, teknologi digital tak bisa diabaikan. Keduanya kini saling melengkapi, membuka jalan untuk karya-karya baru yang lebih baik. 

Artikel ini ditulis oleh Carneylika Kurnia Sarnie, email: neilsarnie@gmail.com 

AVIKOM FILM

AVIKOM FILM

Leave a Reply

Jl. Babarsari, Janti, Caturtunggal, Kec. Depok, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
089517891709

avikom.upnyk@gmail.com