Tidak ada yang megah dalam film terbaru produksi GDH ini, hanya bercerita seputar nenek, tiga anak, dan cucunya. Sebuah drama sederhana dengan plot simpel tanpa harus berpikir dan berteori untuk memahaminya. Namun, layar bioskop serasa menjadi cermin raksasa ketika menonton How to Make Millions Before Grandma Dies (2024). Film drama keluarga Thailand yang mengingatkan kepada orang yang paling tulus mencintai kita.
Cerita berfokus pada seorang anak gen Z yang kecanduan game dan gadget bernama M dan Amah, neneknya. Sifat M yang awalnya hanya diam dan tidak memedulikan lingkungan, tiba-tiba mendapat motivasi untuk hidup dengan merawat neneknya yang sakit. Bukan tanpa alasan, M melakukan ini karena ia berkeinginan untuk mendapatkan warisan dari sang nenek.
Terlepas dari motivasi tokoh yang ingin mendapatkan harta yang mungkin tidak seperti kita tetap saja film ini bisa menjadi tempat bercermin. “Sudahkah kamu tulus dalam mencintai orang tuamu?” mungkin menjadi pesan inti yang diangkat. Di sini ditunjukkan seberapa menyeramkannya perasaan sepi orang tua yang ditinggal anaknya. Membuat kita tersadar bahwa mengunjungi orang tua tidak boleh hanya ketika kita membutuhkannya.
Sepanjang durasi 127 menit, karakter anak-anak nenek juga terungkap satu persatu. Karakter tersebut terasa mewakili sifat-sifat anak ketika sudah dewasa. Seperti seorang pengangguran yang tumbuh menjadi “beban” atau seorang sukses yang perlahan mulai lupa dengan orang tuanya. Adegan demi adegan yang ditampilkan selalu mencoba mengoyak hati kita yang membuat air mata mengalir tidak terasa. Apa jadinya jika kita termasuk “anak kurang ajar” tersebut?
Emosi yang ada tidak akan tersampaikan tanpa dukungan dari pemerannya. Yang favorit di film ini adalah Usha Seamkhum, pemeran Amah. Di usianya yang memang sudah tak muda lagi, bakat aktingnya berhasil menggambarkan seorang nenek yang dapat kita rasakan seperti nenek kita sendiri. Pemeran M, Putthipong Assaratanakul, juga menggambarkan pemuda gen Z yang mengidamkan hal-hal instan dan terkadang cuek dengan lingkungannya. Pemeran tiga anak nenek juga tidak kalah mengesankan, mampu menggambarkan secara jelas sifat-sifat yang sudah dijelaskan.
Scoring lantunan piano membuat kita merasa sedih dengan ironi yang terjadi. Sinematografinya juga bukan suatu hal yang mewah dengan lanskap pemandangan atau apapun, tetapi visual yang disajikan lebih dari cukup untuk menggambarkan kesepian Amah yang membuat kita merasakan betapa mengerikannya rasa sepi.
How to Make Millions Before Grandma Dies menjadi film yang tidak mudah untuk kita lupakan setelah menonton. Nuansa film yang kocak pada babak awal, berubah menjadi film yang membuat penonton merenung di babak akhir hingga credit title selesai ditayangkan. Kesederhanaan cerita yang diangkat lah yang membuat penonton merasa dekat. Kedekatan tersebut mampu tergambar ketika penonton menangis terlebih dahulu bahkan sebelum sang tokoh meneteskan air mata. Tidak ada penyesalan setelah menontonnya.
Artikel ini ditulis oleh Farras Sabian Rahmadyatmaja, email: farassbn265@gmail.com