Dari Perkebunan Arkansas Menuju American Dream; Review Film Minari (2020)

Sebuah keluarga kecil  Korea-Amerika pindah dari Califonia ke perkebunan Arkansas untuk mencoba peruntungan agar dapat meraih American dream. Minari (2020) merupakan film terbaru dari rumah produksi A24 yang ditulis dan disutradarai oleh Lee Isaac Chung. Film ini sukses menuai perhatian publik karena mengangkat isu imigran Korea-Amerika yang jarang diulik dalam film-film kontemporer. Berangkat dari rumah produksi A24 yang sukses mengebrak pasar perfilman dunia dengan berbagai film-film bernuansa “pemberontakan” dari tren film kebanyakan, membuat film ini terasa menjanjikan bagi saya. Film-film yang telah di produksi dari rumah produksi ini membuat saya jatuh cinta dengan karya-karya nya. Sebut saja film Midsommar, Hereditary, lady bird, the light house, dan masih banyak film film lainnya dari rumah produksi ini yang selain sukses mendulang rupiah juga sukses meraih berbagai perhargaan bergengsi internasional.

Minari merupakan film semi auto biografi dari sang sutradara Lee Isaac Chung. Cerita dari film ini terispirasi dari pengalaman Chung yang tinggal dan besar sebagai seorang imigran Korea-Amerika di daerah pedesaan Arkansas pada tahun 1980-an. Film yang tayang perdana pada Sundance Film Festival ini meraih U.S. Dramatic Grand Jury Prize dan U.S.  Dramatic Audience Award. Minari juga masuk dalam 10 film terbaik 2020 menurut American Film Institute dan National Board Review. Selain itu film Minari mendapatkan 3 nominasi Screen Actor Guild Award dan 10 nominasi Critics Choice Movie Award. Minari sempat menuai kontroversi dalam ajang Golden Globe karena meraih kategori Best Foreign Film, hal ini karena film ini merupakan film yang diproduksi oleh rumah produksi Amerika, disutradarai oleh orang Amerika dan hampir 50% berbahasa inggris.

Poster Film Minari

Minari bercerita tentang sebuah keluarga Korea-Amerika yang mencoba peruntungan dengan memulai usaha perkebunan di daerah Arkansas. Jacob dan Monica Yi (Steven Yeun dan Yeri Han) bekerja sebagai penyortir gender itik selama bertahun-tahun sebelum memutuskan untuk pindah dari Califonia. Jacob sangat jeli dalam melihat peluang. Ada banyak orang Korea yang datang ke Amerika setiap tahunnya. Maka dari itu, ia berencana untuk dapat hidup kaya-raya dengan memberikan rasa khas rumah kepada para imigran Korea yang rindu kampung halaman. Menanam sayur-sayuran khas Korea dan menjualnya kepada para imigran Korea, segmented product for segmented target customer, ide yang brilian dari Jacob. Namun, dalam memulai hal baru tentu tak semudah yang dibayangkan. Ketika memutuskan untuk pindah ke Arkansas, Monica sebenarnya sangat tidak setuju, alasannya tak lain adalah karena anak-anak mereka David dan Anne yang diperankan oleh Alan Kim dan Noel cho. Kehidupan baru yang ditawarkan Jacob bagi Anne sangat sembrono. Hidup di pedesaan yang jauh dari fasilitas-fasilitas umum seperti Pendidikan dan Kesehatan menjadi alasan utama Anne untuk menolak gagasan Jacob. Terlebih anak mereka David, menderita lemah jantung yang sewaktu-waktu dapat kambuh.

Suasana Minari berubah ketika kedatangan Soonja (Yuh-Jung Youn) ibu dari Monica. Nuansa drama yang pekat kini terasa lebih ringan dengan komedi-komedi kecil yang dihadirkan selepas kedatangan Soonja. Soonja terbang dari korea dengan membawa berbagai pernak-pernik tradisi, makanan khas korea, dan juga bibit tumbuhan minari. Jung Youn berperan sangat centil sebagai seorang nenek yang aktif dan sedikit jahil. Hal ini jauh dari bayang David mengenai seorang nenek. “She’s not like real grandma, she’s doesn’t bake cookies ” komplain David. Berbagai intrik menarik terjadi antara Soonja dengan anak-anak Jacob dan monica. Soonja yang mencoba mendekatkan diri dengan cucu-cucunya melalui berbagai upaya-upaya selalu dipandang aneh oleh David dan Anne. Perbedaan budaya yang ditampilkan dalam interaksi antara David dan Anne dengan Soonja menjadi metafora yang menarik dalam film ini.

Minari tak hanya berbicara soal usaha Jacob mendulang kekayaan. Ada banyak hal yang disinggung dalam film ini. Jacob sebagai seorang patriaki yang cukup kental merasa mempunyai tanggung jawab lebih atas keluarganya, ia ditampilkan sangat keras terhadap ideologi maupun tindakanya, namun Monica juga sama atos nya, ia sangat kritis terhadap Jacob. Sebuah scene yang sangat haru ditampilkan ketika terjadi pertengkaran hebat antara Jacob dan Monica. Kedua anak mereka berlari menuju kamar dan membuat pesawat origami yang telah ditulis “Don’t Fight” lalu melemparkannya ke arah Jacob dan Monica yang sedang saling berseteru.

review-film-minarijpg

Walaupun Minari adalah film yang mengangkat tema imigran, namun muatan rasisme dalam film ini terasa sangat tipis, ungkapan-ungkapan yang berbau rasisme dilontarkan oleh anak kecil seumuran Jacob dan Anne ketika sedang di gereja. Sebagai contohnya ketika seorang anak laki-laki kulit putih bertanya pada David “Why your face is so flat,” ungkapan ini jika ditelaah sebenarnya hampir menyentuh garis rasisme. Pun begitu juga ketika seorang gadis kulit putih mengobrol dengan Anne, ia berbicara asal dan menyuruh Anne untuk menghentikannya ketika si gadis berbicara Bahasa Korea. Makna-makna rasisme yang dilontarkan anak-anak tadi seolah dibalut dengan kepolosan yang membuat nya terasa lumrah. Namun ketika kita merasa anak-anak tersebut lumrah melontarkan kalimat-kalimat tersebut, disitulah letak masalahnya. Ini berarti rasisme seolah mandarah daging dan  anak-anak tidak diajarkan untuk mengetahui mana yang bisa dan tidak mereka ucapkan pada ras, suku, atau agama lain.

Namun minari bukanlah film tentang pertentangan dan rasisme, film ini merupakan film drama keluarga. Film yangh berbicara tentang betapa pentingnya sebuah keluarga, ikatan-ikatan yang tercipta dalam sebuah keluarga, serta intrik dalam dalam sebuah keluarga. Minari dengan sangat apik membawa topik-topik tersebut kedalam bahasa yang lebih mudah dimengerti dan dicerna. Sang maestro Lee Isaac Chung dengan sangat alus membawa penonton menikmati alur film ini, kita penonton seperti diajak untuk melihat bagaimana kehidupan Chung semasa kecil dari kacamata anak-anak.

Seluruh elemen dalam film Minari mulai dari sang sutradara, para pemain serta kru – kru lainnya berpadu dengan anggun seperti paduan suara yang serentak saling bernyanyi bersama. Terlepas dari kotroversinya, Minari merupakan film yang wajib ditonton dan dinikmati bagi para pecinta film drama.

Artikel ini ditulis oleh Giga Baskara, mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta dan anggota aktif Avikom.

AVIKOM FILM

AVIKOM FILM

Leave a Reply

Jl. Babarsari, Janti, Caturtunggal, Kec. Depok, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
089517891709

avikom.upnyk@gmail.com